”Asal Usul Madrasah Al-Marfu’iyah Secara Khusus Dan Umum”


A.
Pengertian Madrasah
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab
yang merupakan isim makan dari darasa-yadrisu. Secara harfiah, kata ini berarti atau setara maknanya dengan kata
Indonesia, “sekolah”. Madrasah
mengandung arti tempat, wahana anak mengenyam proses pembelajaran. Maksudnya,
di madrasah itulah anak menjalani proses belajar secara terarah, terpimpin, dan
terkendali.
Dengan demikian, secara teknis madarasah menggambarkan proses
pembelajaran secara formal yang tidak berbeda dengan sekolah. Hanya dalam
lingkup kultural, madrasah memiliki konotasi spesifik. Di lembaga ini anak
memperoleh hal-ihwal atau seluk beluk agama dan keagamaan. Sehingga dalam
pemakaiannya kata madrasah lebih dikenal sebagai sekolah agama.
Kata madrasah, yang secara harfiah identik
dengan sekolah agama, setelah mengaarungi perjalanan peradaban bangsa diakui
telah mengalami perubahan-perubahan walaupun tidak melepaskan diri dari makna
asal sesuai dengan ikatan budaya Islam.
B.
Asal Mula Madrasah Al-Marfu’iyah
Madrasah Al-Marfu’iyah lahir pada Tahun 1996
tepat pada kelahiran anak ketiga dari seorang ayah yang bernama K.R.Dudu
Abdurrohman,Sekaligus yang menjadi pimpinan Majlis Al-Marfu’iyah, ditahun 1996
muridnya sanggat sedikit dan kerap mendapatkan cobaan dari pihak masyarakat
yang tidak setuju adanya suatu pembelajaran yang bertemakan “keislaman” cacian
dan hinaan selalu didapatkan oleh K.R. Dudu Abdurrohman, namun dengan hati yang
Tulus beliu selalu memaafkan dan membingbing masyarakat agar bersikaf baik,
berfikir mantap dan berucap jujur.
dengan
tekad yang kuat dan hati yang bersih K.R. Dudu Abdurrohman mendapatkan
sanjuangan dari berbagai pihak karna dia dapat melalui pase-pase dimana
seseorang tidak mampu melewatinya, karna sempat beberapa kyiai hijrah kekampung
pongporang desa. Srirahuyu Kec. Cikancung Kab. Bandung tidak kuat menghadapi
masyarakat yang ada di pongporang dengan berbagi alasan.
Tapi ketika saya menanyakan kepada pendiri
majli Al-Marfu’iyah ( K.R. Dudu Abdurrahman ) tentang masyrakat yang
bertingkah,berucap yang tidak sesui dengan perintah Allah Swt. Jawaban beliu adalah pada dasarnya semua
manusia “Baik” ! yang membedakan adalah cara dan kapasitas keilmuan tentang
Agama. Jadi sangat wajar bilamana seseorang yang melakukan hal yang tidak
terpuji, mungkin dia tidak tau. ! Tugas Kyiai adalah memberitahuakan tentang
apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim/musliah bukan memarahinya
atau membulinya. Karna dengan tiga perinsip yang di pegang seseorang mampu
mengamalkan sesuatu hal yang dia tau
1. Mengetahui Ilmunya.
2. Mengerti Ilmunya.
2. Mengerti Ilmunya.
3. Paham terhadap Ilmunya.
4. Sadar terhadap ilmunya.
5. Ingin Mengamalkanya.
Seorang muslim/muslimah dianjurkan didalam
hadist Rosul, Bahwa mencari imu itu wajib / fardhu ain, oleh sebab itu K.R.
Dudu Abdurrahman membuat wahana pembelajaran (Madrasah). Agar masyarakat
pongporang Desa. Srirahu Kec. Cikancung Kab. Bandung tetap belajar ilmu Agama,
sampai mati menjemput.
Sesudah mengetahui sesuatu, lalu harus sampai
mengerti sehingga kita tidak keliru atau binggung, untuk apa kita mengetahui,
ada pepatah mengatakan orang tahu belum tentu mengetahu tapi orang yang ngerti
pasti dia tau.
Paham terhadap hal yang kita tahu,mengerti itu
sangat di perlukan karna penafsiran suatu ilmu bisa salah diakibatkan daya
fikir kita tidak memadai atau kecerdasan intelektual kita dibawah rata-rata.
Oleh sebab itu kita harus melatih otak kita dengan sesuatu yang bermanfaat dan
bermartabat, contoh dengan memecahkan suatu masalah dalam sebuah bidang Ilmu.
Dengan hal seperti itu kita akan terlatih pemahaman kita sampai mana dalam
menghadapi masalah.
Kesadaran sangat diperlukan sekali dalam
membina kehidupan seseorang, dengan kesadaran seseorang mampu berbuat atau
melakukan hal diluar nalar. Maka dari itu kita harus mengetahui dulu penyebab
kenapa kita jauh dari sifat sadar ? Mungkin faktor kurangnya Ilmu pengetahuan,
tidak mengerti atau kurang paham.! apa Fungsinya,Manfaatnya,akibatnya. Yu kita
belajar sadar dari diri kita sendiri, bahwa kita diciptakan untuk beribadah
kepada Allah dan menjauhi larangnya.
Keinginan seseorang sangat dipengaruhi oleh
seberapa dia mengetahui dan memahami sesuatu shingga adanya kesadaran dalam
diri untuk melakukan yang dia ketahuai, maka dari itu mengetahui kenapa kita
malas dan ingin melakukan kejahatan, karna benteng pertahanan yang ada didalam
diri kita sangat rapuh yang berupa ; Ilmu,Mengerti,Paham,Sadar diantara lain
tentang ketauhidan,Tasawuf,Fhikih.
C.
sejarah madrasah
Madrasah adalah saksi perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada
jaman penjajahan Belanda madrasah didirikan untuk semua warga.Sejarah mencatat
, Madrasah pertama kali berdiri di Sumatram, Madrasah Adabiyah ( 1908, dimotori
Abdullah Ahmad), tahun 1910 berdiri madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh
M. Taib Umar, kemudian M. Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah schoel,
Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang
(1907). lalu, Madrasah Nurul Uman didirikan H.
Abdul Somad di
Jambi.
Madrasah berkembang di jawa mulai 1912. ada model madrasah pesantren NU
dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan
Muallimin Ulya ( mulai 1919), ada
madrasah yang mengaprosiasi sistem pendidikan
belanda plus, seperti muhammadiyah ( 1912) yang mendirikan Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga
model AL-Irsyad ( 1913) yang mendirikan Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan
Tahassus, atau model Madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah
pertanian, itulah singkat tentang sejarah madrasah di indonesia.
Dari jaman penjajahan, orde lama, orde baru, era repormasi sampai era sby,
nasib madrasah di indonesia sangatlah memperihatinkan dan seolah-olah di
anaktirikan oleh pemerintah, padahal ada banyak sekali elit politik yang duduk
di kursi DPR, MPR, ISTANA dan lembaga kebijakan negara lainnya yang lahir dan
berlatar belakang dari madrasah, lulusan madrasah tidak bisa di pandang sebelah
mata atau juga di anggap remeh, justru lulusan-lulusan madrasah memiliki nilai
lebih bukan saja karena faktor agama yang diperdalam tapi banyak faktor lainnya
D.
Sejarah Perkembangan Madrasah di Indonesia.
Tahun 1994 bisa jadi merupakan satu periode penting dalam
perkembangan madrasah di Indonesia. Pada tahun tersebut, Departemen Agama telah
menetapkan berlakunya kurikulum baru -yang kemudian dikenal dengan kurikulum
1994- yang mensyaratkan pelaksanaan sepenuhnya kurikulum sekolah-sekolah umum
di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Berbeda dengan dengan kurikulum
sebelumnya pada 1975, di mana madrasah memberikan 70 % mata pelajaran umum dan
30 % mata pelajaran agama Islam, maka pada kurikulum 1994 madrasah diwajibkan
menyelenggarakan sepenuhnya (100 %) mata pelajaran umum sebagaimana diberikan
di sekolah-sekolah umum di bawah Depdikbud.
Pemberlakuan kurikulum ini tentu saja membawa implikasi dan
konsekuensi penting. Hal paling menonjol untuk dicatat adalah bahwa ia
mensyaratkan penghapusan 30 % mata pelajaran agama Islam di madrasah, lembaga pendidikan
yang selama ini telah dinilai membawa simbol Islam. Maka pertanyaan di sekitar
eksistensi madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam segera muncul. Bila
madrasah, sebagai pusat lahirnya para pemimpin muslim, tidak lagi secara resmi
memberikan mata pelajaran agama Islam, apa yang akan terjadi dengan Islam di
Indonesia masa mendatang? Di sini jelas bahwa persoalan kurikulum madrasah
secara langsung berhubungan dengan perkembangan Islam secara umum.
Kita lupakan sejenak pertanyaan-pertanyaan di atas. Hal terpenting
untuk ditekankan di sini adalah dalam beberapa hal tertentu, pemberlakuan
kurikulum di atas memang sangat mengingatkan kita pada pendapat Karel A.
Steinbrink, seorang sarjana yang telah melakukan kajian tentang sistem
pendidikan di Indonesia. Dalam hal ini dia berpendapat bahwa madrasah, yang
diharapkan menjadi perwujudan sintesa antara pesantren tradisional dengan
sekolah umum tidak bisa berjalan dengan baik. Dia menulis seperti berikut ini :
Kita masih tetap melihat adanya kecenderungan bagi studi agama
dalam arti terbatas hanya pada lembaga pendidikan seperti pesantren dahulu,
untuk mendidik fungsionaris agama. Hal ini disebabkan para murid yang datang ke
pesantren hanya untuk mempelajari agama saja. Semua perkembangan ini
menunjukkan bahwa konsep konvergensi sebagai banyak disinggung di muka tidak
dapat diwujudkan. Sintesa tersebut ternyata lemah. Ia mungkin hanya berfungsi
sebagai model peralihan dan bukan sebagai alat penghubungan yang permanen
antara pesantren dan sekolah umum.. menurut kriteria pengetahuan agama yang
mendalam, madrasah tidak merupakan satu alternatif yang memuaskan. Pengetahuan
umum yang diberikan di sana juga tidak memeneuhi syarat yang diminta yaitu
madrasah tidak bisa dianggap sebagai “produk final”, akan tetapi hanya sebagai
bentuk sementara saja.
Mengikuti argumen Steinbrink, pemberlakuan kurikulum 1994 di atas
memang bisa dengan mudah dipahami. Penghapusan 30 % mata pelajaran Islam bisa
dilihat sebagai bentuk kegagalan madrasah mempertahankan identitasnya sebagai
lembaga pendidikan yang berusaha memadukan pendidikan ilmu-lmu Islam dan
ilmu-ilmu modern. Steenbrink, setidaknya dari kutipan di atas, memang cenderung
berkesimpulan bahwa dualisme pendidikan –tradisional dan modern- merupakan ciri
menonjol dan permanen. Dunia pesantren akan terus bertahan dengan sistem
pendidikan tradisional-keagamaannya dan sekolah umum akan terus bergerak
menjadi lembaga pendidikan modern yang terlepas dari unsur formal keagamaan ;
sementara madrasah akan kehilangan signifikansinya dalam masyarakat Indonesia.
Namun apakah persoalannya memang sesederhana itu ? Tanpa harus
menolak sepenuhnya argumen Steinbrink, bila diamati lebih jauh memang ada satu
hal penting yang tampaknya luput dari perhatian. Hal tersebut berhubungan
terutama dengan perkembangan pola keberagamaan muslim Indonesia belakangan ini
yang semakin berusaha melepaskan diri dari simbol-simbol Islam, termasuk di
bidang pendidikan. Sehingga –meski sedikit mendahului argumen- bisa dikatakan
di sini bahwa kurikulum baru madrasah merupakan ungkapan dari kecenderungan
baru Islam Indonesia yang lebih menekankan substansi keagamaan, bukan unsur
formal seperti terdapat di antaranya dalam mata pelajaran Islam di madrasah.
Bila demikian halnya, perkembangan madrasah tidak bisa dipahami terbatas pada
eksistensinya sebagai lembaga pendidikan semata. Ia seharusnya ditempatkan
dalam dinamika perkembangan Islam di Indonesia.
Dalam salah satu artikel pentingnya, A. H. Johns mencatat bahwa
‘madrasah’ -tentu saja dalam pengertian lembaga pendidikan secara umum-
merupakan salah satu bukti penting dari kehadiran Islam di dunia
Melayu-Nusantara. Dalam hal ini
Johns berpendapat bahwa kompleksitas proses islamisasi di wilayah tersebut
hendaknya dijelaskan dengan mempertimbangkan kehadiran Islam sebagai sebuah
tradisi intelektual, di mana ‘madrasah’ menempati posisi sangat penting. Dari
lembaga pendidikan inilah wajah Islam sebagai agama –bukan semata-mata sebagai
kekuatan ekonomi dan politik- bisa diperoleh; bahwa dari lembaga inilah
karya-karya para ulama tentang Islam, sebagai wujud konseptualisasi Islam dalam
budaya Melayu-Nusantara dalam arti sesungguhnya.
Pandangan Johns di atas secara spesifik mengacu pada proses
islamisasi di Melayu-Nusantara. Ia berusaha memberikan perspektif baru dalam
memahami perkembangan Islam awal yang lebih bernuansa keagamaan ketimbang
nuansa ekonomi dan politik. Dalam
kaitan ini, hal penting yang perlu ditekankan adalah bahwa lembaga pendidikan
tampak memiliki tempat tersendiri dalam sejarah perkembangan Islam di dunia
Melayu-Nusantara. Kehadiran lembaga pendidikan menjadi salah satu ciri utama
dari suatu tahap penting perkembangan Islam. Dan hal tersebut memang bisa
dilihat dalam perkembangan Islam kemudian.
Kebangkitan tradisi intelektual Islam di abad ke-17, khususnya yang
berbasis di kerajaan Aceh, berlangsung sejalan dengan berdirinya berbagai
lembaga pendidikan Islam di lingkungan kerajaan. Data-data sejarah yang ada
memberitakan bahwa pada saat itu telah berdiri lembaga pendidikan Islam yang
berperan penting dalam proses islamisasi masyarakat secara lebih intensif.
Komentar
Posting Komentar
komentar anda mrmbangun blog kami